Selasa, 12 Maret 2013

Antara Ilmu dan Harta. Pilih mana?

Antara ilmu dan harta
Ilmu atau Harta?
Cerita ini sebenernya berawal dari pengalaman pribadi penulis dengan ayah penulis. Terlahir di keluarga sederhana, tapi luar biasa. Ayah penulis merupakan seseorang dengan background TNI AD dengan pangkat perwira menengah. Dan Ibu merupakan seorang PNS di Puskesmas. Ayah hanya sekolah sampai tamat SMK, dan memulai karir sebagai bintara. Sedangkan ibu tamatan D3 IKIP di kabupaten Jombang.
Kejadian ini bermula saat saya duduk di bangku SMK. Saat itu, saya sedang mengalami masa puber layaknya anak-anak seumuran saya waktu itu. ABG. Ya, ABG! Sekedar informasi saja, kejadian ini terjadi sekitar pertengahan tahun 2004.
Saat itu, tidak seperti kebanyakan anak pada umumnya, saya memilih sekolah yang katanya orang-orang yang paham dan tahu, merupakan sekolah terbaik untuk bidang kejuruan di Informatika. Sejak saat itu pula saya hidup terpisah jauh dari orang tua. Kebetulan orang tua tinggal di Bojonegoro, dan saya tinggal di Malang. Begitu juga teman-teman seperjuangan saya. Hampir 80% mereka berasal dari kota-kota di pulau Jawa. Secara otomatis alat komunikasi menjadi kebutuhan primer bagi kebanyakan teman-teman. Rata-rata mereka mempunyai Handphone yang notabene merupakan salah satu barang mewah pada saat itu. Namun, tidak begitu dengan saya. Orang tua saya lebih memilih untuk tidak membelikan saya HP. Karena alasan yang tidak jelas. Pada suatu ketika, kakek dan nenek saya iba dan akhirnya membelikan HP untuk alat komunikasi ke orang tua dan kakek nenek.
Kejadian serupa juga terjadi saat saya menginjak kelas 2 SMK. Sebagian besar teman-teman saya sudah mempunyai PC untuk mengeksplor kemampuan dan mengerjakan tugas, orang tua tidak menggubris permintaan saya untuk membawa PC dari rumah. Sampai pada suatu saat, saya bertanya kepada ayah saya.
Kenapa ayah kok nggak pernah menuruti permintaanku yah?
Saya masih ingat betul dengan jawaban dari ayah saya “Ayah dan Ibu tidak akan menuruti apa yang anak ayah minta, tapi ayah secara otomatis akan memenuhi kebutuhan anak-anak ayah tanpa kamu minta tepat pada waktunya.
Setelah jawaban ini meluncur dari mulut ayah, saya terdiam. Berusaha memaknai apa yang diujar oleh ayah barusan. Sampai suatu saat, saya menyadari ketika saya benar-benar membutuhkan komputer. Tiba-tiba tanpa saya meminta lagi, ayah mentransfer uang lebih dari cukup untuk membeli komputer yang sesuai dengan kebutuhan saya.
Pernah lagi dalam suatu momen, ketika saya lulus dari SMK dan kebanyakan teman-teman saya lebih memilih untuk mencari pekerjaan, Ayah dan Ibu tidak mengijinkan saya mencari pekerjaan. BIG NO!
Lalu, saya pun membantah. Tapi bantahan saya pun akhirnya lunak juga. Saya akhirnya menuruti keinginan ayah dan ibu untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Disini pula lah, saya mendapatkan pelajaran yang berharga dari ayah dan ibu.
Harta itu bisa dicari kapanpun nak. Ilmu yang bermanfaat akan jauh lebih berharga daripada harta yang akan kamu dapatkan kelak. Ilmu yang bermanfaat akan mendatangkan rejeki dengan sendirinya.
Dilanjutkan lagi oleh ayah, “Ayah dan ibu kelak tidak bisa meninggalkan apa-apa ke kamu dan adikmu. Ayah harap, ilmu yang kamu dapat kelak, amalkan lah. Manfaatkanlah. Kelak akan menolongmu dan ayah ibu ketika ayah dan ibu sudah tidak bisa mendampingi kalian berdua
Jika ayah dan ibu membelikan kalian rumah, motor, mobil, ataupun harta yang lainnya, jika kalian tidak bisa mengelolanya. Tidak berilmu, maka akan sama dengan ayah dan ibu mencelakakan kehidupan anak-anak ayah ibu. Karena ada tiga hal yang akan dipertanggungjawabkan oleh ayah dan ibu kelak di akhirat, yaitu:
1. Ilmu yang bermanfaat
2. Amal jariyah
3. Anak-anak yang sholeh.
Karena walaupun ayah hanya tamatan STM, dan ibu hanya sampai D3, jika ayah dan ibu bisa menyekolahkan kamu dan adik sampai S3, dan ilmumu kamu manfaatkan, ayah dan ibu pun InsyaAllah akan kecipratan ilmu yang kamu amalkan nak.
Orang yang berilmu, bekerja keras, tekun dan beriman serta bertaqwa kepada Alloh SWT, maka tidak akan dibiarkan oleh Alloh SWT kelaparan dan kekurangan. Pasti akan dicukupkan.
Sampai pada beberapa bulan yang lalu, ketika saya mengutarakan niat untuk melanjutkan ke jenjang S2, ayah dan ibu diam-diam telah menjual satu-satunya mobil yang tiap hari digunakan ayah ke kantor. Demi pendidikan saya dan adik kata beliau.
Inilah alasan saya, jawaban saya, mengapa saya lebih suka membaca. Mencintai dan menikmati belajar dan proses-proses yang ada di dalamnya. Kalimat-kalimat sakti yang keluar dari Ayah dan Ibu itulah yang membuat saya semakin termotivasi. Alhamdulillah, sejak kuliah saya hampir tidak pernah meminta kepada ayah dan ibu. Walaupun hanya sekadar uang jajan. Karena prinsip saya, Selama saya masih mempunyai tangan, kaki, badan yang sehat dan otak yang mampu dibuat berpikir, saya tidak akan kekurangan.
Semoga apa yang diinvestasikan oleh ayah dan ibu dapat berbuah manis kelak. Aammiinn.

Tidak ada komentar: